KUALA LUMPUR, iNewsBalikpapan.id - Sultan Ibrahim dari Negara Bagian Johor dilantik sebagai Raja ke-17 Malaysia pada Rabu (31/1/2024).
Dia diambil sumpah jabatannya dalam sebuah upacara di Istana Negara di Ibu Kota Kuala Lumpur.
Di Malaysia, raja memainkan peran yang sebagian besar bersifat seremonial. Akan tetapi, pengaruhnya telah berkembang dalam beberapa tahun terakhir, sehingga mendorong raja untuk menggunakan kekuasaan diskresi yang jarang digunakan untuk meredam ketidakstabilan politik.
Di bawah sistem monarki yang unik, kepala dari sembilan negara bagian di Malaysia bergiliran menjadi raja setiap lima tahun. Mereka yang menjadi kepala negara diberi gelar "Yang di-Pertuan Agong".
Sultan Ibrahim (65) resmi menggantikan Al-Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah, yang kembali memimpin negara bagian asalnya, Pahang, setelah menyelesaikan masa jabatan lima tahunnya sebagai raja negeri jiran.
Sultan Ibrahim (65) resmi menggantikan Al-Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah, yang kembali memimpin negara bagian asalnya, Pahang, setelah menyelesaikan masa jabatan lima tahunnya sebagai raja negeri jiran.
Meskipun monarki sebagian besar dipandang lebih tinggi daripada politik, Sultan Ibrahim terkenal karena sikapnya yang terus terang dan kepribadiannya yang lugas. Dia sering kali mempertimbangkan masalah politik negaranya.
Menjelang pelantikannya, Sultan Ibrahim mengatakan kepada surat kabar Singapura The Straits Times bahwa dia bermaksud menjadi raja yang aktif dan mengusulkan agar perusahaan minyak negara Malaysia, Petroliam Nasional (Petronas) dan badan antikorupsi negara tersebut untuk bertanggung jawab langsung kepada raja.
Dia juga menyampaikan rencananya untuk menghidupkan kembali proyek jalur kereta api berkecepatan tinggi yang terhenti antara Malaysia dan Singapura, dengan perbatasan melintasi Forest City.
Media lokal melaporkan, Perdana Menteri Anwar Ibrahim meremehkan pernyataan raja baru itu soal gagasa tersebut. Anwar mengatakan, semua pendapat dapat didiskusikan tanpa mengabaikan konstitusi federa.
Sultan Ibrahim menjalankan tugasnya sebagai raja di tengah ketegangan politik yang kembali terjadi di Malaysia.
Negara ini telah mengalami gejolak politik yang berkelanjutan sejak 2018 ketika koalisi Barisan Nasional yang berkuasa saat itu digulingkan dari kekuasaan untuk pertama kalinya sejak kemerdekaan, sehingga mendorong raja untuk memainkan peran yang lebih besar.
Raja sebagian besar bertindak atas saran perdana menteri dan kabinet, namun diberikan beberapa kekuasaan diskresi berdasarkan konstitusi federal. Termasuk di antaranya yaitu wewenang untuk menunjuk seorang perdana menteri yang ia yakini memiliki mayoritas di parlemen.
Pendahulu Sultan Ibrahim, Al-Sultan Abdullah, menjalankan kekuasaan diskresi tersebut tiga kali untuk menyelesaikan ketidakpastian politik selama masa pemerintahannya. Dua kali diaakukan setelah pemerintahan bubar dan yang terakhir pada 2022, ketika dia menunjuk Anwar setelah pemilu yang berakhir dengan parlemen yang digantung.
Sebelum turun tahta, Al-Sultan Abdullah menyerukan stabilitas politik, menanggapi laporan media bulan ini mengenai dugaan adanya rencana untuk menggulingkan pemerintah. Beberapa pemimpin oposisi dan blok berkuasa membantah menjadi bagian dari rencana tersebut.
Editor : Mukmin Azis
Artikel Terkait