TEL AVIV,iNews.id - Pasukan Rusia menggepur jet-jet tempur Israel menggunakan sistem rudal anti pesawat canggih S-300 pada saat Angkatan Udara Israel (IAF) menyerang sasaran di barat laut Suriah pada bulan Mei. Hal ini dikonfirmasi Menteri Pertahanan Israel , Benny Gantz.
Insiden itu pertama kali dilaporkan oleh stasiun televisi Channel 13 seminggu setelah serangan pada 13 Mei, di mana IAF membom beberapa sasaran di dekat kota Masyaf di barat laut Suriah. "Itu adalah insiden satu kali saja," kata Gantz pada konferensi yang diselenggarakan oleh Channel 13.
“Jet kami bahkan tidak berada di daerah itu,” tambah Gantz, membenarkan laporan asli yang mengklaim radar S-300 tidak berhasil mengunci jet Israel yang meninggalkan daerah itu, dan dengan demikian tidak menimbulkan ancaman serius bagi para pilot. Tetapi Gantz menekankan: "Saya pikir situasinya stabil sekarang," seperti dikutip dari Times of Israel, Rabu (27/7/2022).
Insiden itu menandai penggunaan pertama S-300 terhadap IAF di Suriah. Karena baterai S-300 Suriah dioperasikan oleh militer Rusia dan tidak dapat ditembakkan tanpa persetujuan mereka, itu adalah perkembangan yang mengkhawatirkan bagi Israel. Israel telah melakukan ratusan serangan udara di dalam wilayah Suriah selama perang saudara pecah di negara itu dan sejak itu, menargetkan apa yang dikatakan sebagai pengiriman senjata menuju kelompok teror Hizbullah Lebanon yang didukung Iran dan situs terkait Iran lainnya. Israel dilaporkan telah melakukan banyak serangan udara di Suriah sejak insiden Mei.
Daerah Masyaf diperkirakan digunakan sebagai pangkalan bagi pasukan dan milisi pro-Iran serta telah berulang kali menjadi sasaran dalam beberapa tahun terakhir dalam serangan yang dikaitkan dengan Israel.
Citra satelit yang diambil setelah serangan menunjukkan bahwa fasilitas bawah tanah telah hancur total. Konfirmasi Gantz datang di tengah memburuknya hubungan antara Israel dan Rusia atas rencana Moskow untuk menutup Badan Yahudi di negara itu. Israel mendapati dirinya berselisih dengan Rusia karena semakin mendukung Ukraina di tengah invasi Rusia, sambil berusaha mempertahankan kebebasan bergerak di langit Suriah, yang sebagian besar dikendalikan oleh Moskow.
Dalam beberapa tahun terakhir, Israel dan Rusia membentuk apa yang disebut hotline dekonfliksi untuk menjaga agar kedua pihak tidak terjerat dan secara tidak sengaja bentrok di Suriah. Pada tahun 2018, Rusia memberikan sistem pertahanan udara S-300 yang canggih kepada militer Suriah secara gratis, mentransfer tiga batalyon dengan masing-masing delapan peluncur ke rezim Assad meskipun ada keberatan yang keras dari Israel dan Amerika Serikat (AS).
Pengiriman sistem S-300 Rusia ke Suriah menyusul jatuhnya pesawat mata-mata Rusia oleh pasukan Suriah yang merespons serangan Israel di wilayah udara Suriah. Rusia menyalahkan Israel atas insiden itu, yang menewaskan 15 awak Rusia. Israel dan sekutunya selama bertahun-tahun telah melobi Rusia untuk tidak memberi Suriah dan pemain regional lainnya sistem S-300, dengan alasan bahwa itu akan membatasi kemampuan Israel untuk menetralisir ancaman, termasuk oleh Hizbullah.
Selain menyediakan pertahanan udara bagi Suriah, Moskow juga memelihara sistem pertahanan udara S-400 yang canggih untuk melindungi asetnya sendiri di Suriah, tetapi tidak pernah menggunakannya kepada pesawat Israel.
Editor : Mukmin Azis