get app
inews
Aa Text
Read Next : Istri di Lombok Tengah Digerebek Warga saat Tidur dengan Selingkuhan

Benarkah Malam Jumat Disunnahkan Hubungan Suami Istri, Ini Penjelasan Ulama dan Adabnya

Kamis, 16 Juni 2022 | 18:38 WIB
header img
Ilustrasi hubungan suami istri. Foto: Ist

JAKARTA, iNews.id - Benarkah Malam Jumat Disunnahkan hubungan suami istri? Sudah awam di masyarakat Muslim yang menganggap Sunnah Rosul melakukan hubungan intim dengan istri di malam Jumat.

Lalu bagaimana menurut ulama mengenai hubungan suami istri pada malam Jumat?

Pendiri Rumah Fiqih Indonesia, Ustadz Ahmad Sarwat dalam rubrik Konsultasi Fiqih dikutip dari laman rumahfiqih menjelaskan, keutamaan melakukan jima atau berhubungan suami istri pada malam Jumat didasarkan pada pengertian dari hadits tentang fadhilah atau keutamaan mandi janabah di pagi hari Jumat, yaitu untuk melakukan shalat Jumat.

Hal itu disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari-Muslim sebagai berikut:

مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً

Artinya: Siapa yang mandi pada hari Jumat sebagaimana mandi janabah, lalu berangkat menuju masjid, maka dia seolah berkurban dengan seekor unta. (HR. Al-Bukhari Muslim)

Menurut Ustadz Ahmad Sarwat, dari dalil itu kemudian sebagian ulama mengembangkan kesimpulan bahwa ada isyarat untuk melakukan jima' pada malam harinya.

Karena disunnahkan mandi janabah di pagi harinya. Namun sebagian ulama lainnya tidak menyimpulkan seperti itu. Dalam pandangan mereka, mandi yang disunnahkan itu bukan mandi janabah, melainkan mandi yang khusus disyariatkan di hari Jumat terkait dengan akan dilakukannya shalat Jumat.

Dalil yang menyebutkan bahwa siapa yang melakukan jima' di malam Jumat sama dengan membunuh orang yahudi, ternyata tidak ditemukan haditsnya yang shahih serta bersambung sanadnya sampai kepada Rasulullah SAW.

KH Muhammad Sholikhin dalam bukunya Ritual &Tradisi Islam Jawa menjelaskan selain membaca doa sebelum berhubungan suami istri, juga perlu mengetahui waktu yang tepat serta adab dan etikanya.

Waktu terbaik berhubungan intim menurut Islam penting diketahui suami istri agar mendapat ketenangan dan keberkahan.

Imam Syafii menyatakan, waktu terbaik untuk berhubungan atau bersetubuh adalah malam Senin, malam Kamis, dan malam Jumat.

 

Hal ini karena Rasulullah SAW melakukannya pada malam-malam tersebut. Sedangkan waktu ideal untuk berhubungan intim setelah shalat Isya atau sesudah shalat subuh. 

Dalam Alquran, Allah SWT memerintahkan kaum laki-laki yang beriman untuk menggauli istrinya dengan cara yang baik. Allah SWT berfirman dalam Surat Al Baqarah ayat 223:

 وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّكُمْ مُّلٰقُوْهُ ۗ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِيْنَ

Artinya: Istri-istrimu adalah ladang bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dan dengan cara yang kamu sukai.

Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemui-Nya.

Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang beriman.

Adab Berhubungan Suami Istri

Syariat Islam memberikan beberapa adab yang menjadikan jima' itu bukan sekedar kesenangan, tetapi juga menjadi ibadah tersendiri, apabila dilakukan sesuai dengan adab-adabnya.

Berikut 9 adab berhubungan intim suami istri yang disunnahkan:

1. Membaca Basmalah

Membaca basmalah atau sering juga diistilahkan dengan tasmiyah disunnahkan untuk dibaca sebelum jima' dimulai.

Hal ini menunjukkan bahwa jima' bagian dari ibadah kepada Allah SWT. Dalil yang menjadi dasar disunnahkannya membaca basmalah sebelum jima' adalah firman Allah SWT :

نِسَآؤُكُمْ حَرْثٌ لَّكُمْ فَأْتُواْ حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ وَقَدِّمُواْ لأَنفُسِكُمْ وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّكُم مُّلاَقُوهُ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ

Istri-istrimu adalah tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.

Dan kerjakanlah untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman. (QS. Al-Baqarah : 223)

Bagian yang menjadi dalil dari ayat ini adalah lafadz wa qaddimu lianfusikum

 Diterjemahkan menjadi "Dan kerjakanlah untuk dirimu".

Tetapi maksudnya adalah ucapkanlah tasmiyah sebelum memulai jima' dengan istri.

Penafsiran ini dikemukakan oleh shahabat Nabi yaitu Ibnu Abbas radhiyallahuahu, sebagaimana bisa kita baca dalam Tafsir Al-Jami' li Ahkamil Quran.

Bahwa lafadz waqaddimu lianfusikum maksudnya adalah tasmiyah atau membaca basmalah sebelum jima' juga dikemukakan oleh Atha'.

2. Membaca Doa

Selain membaca basmalah, juga ada doa yang layak untuk dibaca berdasarkan sabda Rasulullah SAW, yaitu :

لَوْ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ قَال : بِسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا، فَإِنَّهُ إِنْ يُقَدَّرْ بَيْنَهُمَا وَلَدٌ فِي ذَلِكَ لَمْ يَضُرَّهُ شَيْطَانٌ أَبَدًا

Seandainya salah seorang kalian ketika akan mendatangi istrinya (berjima') mengucapkan :

Dengan nama Allah, Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkan setan dari apa yang Engkau berikan kami dari rizqi, seandainya ditaqdirkan dari jima' itu seorang anak, maka setan tidak bisa membahayakan anak itu selamanya. (HR. Bukhari Muslim)

3. Tidak Menghadap Kiblat

Para ulama menyarankan sebagai bentuk pemuliaan kepada Ka'bah, maka sebaiknya kita tidak melakukan jima' sebaiknya dengan menghadap kiblat.

Hal itu tertuang dalam beberapa kitab para ulama di masa lalu, semisal kitab Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, Jawahirul Iklil, Al-Mughni, Kasysyaf Al-Qina', Ihya' Ulumuddin, dan lainnya.

Barangkali dalilnya adalah qiyas antara jima' dengan buang air, yang dianjurkan untuk tidak menghadap atau membelakangi kiblat.

4. Diawali Dengan Percumbuan

Syariat Islam menganjurkan agar dalam melakukan jima' tidak langsung kepada hubungan badan, melainkan diawali terlebih dahulu dengan percumbuan (mula'abah), mencium (taqbil), dan sentuhan-sentuhan.

Tidak ada dasarnya hadits yang kuat dan bisa dijadikan sandaran, kecuali sepenggal hadits dhaif berikut ini :

نَهَى رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْمُوَاقَعَةِ قَبْل الْمُلاَعَبَةِ

Rasulullah SAW melarang melakukan jima' sebelum mula'abah. Mula'abah secara bahasa berarti bermain-main, dari kata la'iba - yal'abu (لعب يلعب), tapi maksudnya adalah permainan yang menjadi pembuka atau pemanasan dari hubungan suami istri. Sering juga disebut dengan istilah foreplay.

5. Tidak Selesai Sendirian

Sangat dianjurkan bagi pasangan suami istri yang melakukan jima' untuk mencapai orgasme bersama, atau setidaknya tidak meninggalkan pasangannya kecuali setelah sama-sama mendapatkan puncak kenikmatannya.

Dan hal itu merupakan anjuran yang dijelaskan di dalam salah satu hadits nabi :

إِذَا جَامَعَ أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ فَلْيَصْدُقْهَا، ثُمَّ إِذَا قَضَى حَاجَتَهُ قَبْل أَنْ تَقْضِيَ حَاجَتَهَا فَلاَ يُعْجِلْهَا حَتَّى تَقْضِيَ حَاجَتَهَا

Bila salah seorang dari kalian melakukan jima' dengan istrinya, maka lakukan dengan sungguh-sungguh.

Bila sudah terpuaskan hajatnya namun istrinya belum mendapatkannya, maka jangan tergesa-gesa (untuk mengakhirinya) kecuali setelah istrinya mendapatkannya juga. (HR. Ahmad).

6. Memakai Penutup

Sebagian ulama menganjurkan agar ketika suami istri sedang melakukan jima' untuk menggunakan penutup, dan tidak telanjang bulat.

Namun tidak semua ulama sepakat akan larangan itu, lantaran dasar anjuran ini hanya didasari oleh hadits yang kurang kuat alias hadits dhaif, yaitu :

إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ فَلْيَسْتَتِرْ وَلاَ يَتَجَرَّدَا تَجَرُّدَ الْعَيْرَيْنِ

Bila salah seorang dari kalian mendatangi istrinya (melakukan jima') maka gunakan penutup dan janganlah kedua bertelanjang bulat. (HR. Ibnu Majah)

7. Tidak Banyak Bicara dan Tidak Berisik

Dianjurkan buat suami istri ketika melakukan jima' untuk tidak banyak bicara dan tidak melakukannya dengan berisik.

Dimakruhkan apabila sampai suara mereka terdengar orang lain, kecuali bayi yang masih kecil dan belum mengerti apa-apa.

Meski pun keduanya tidak merasa risih, namun hal seperti itu tetap harus dihindari. Hal itu sebagaimana disebutkan oleh Asy-Syafi'i dan Al-Hanabilah.

8. Mencuci Kemaluan dan Berwudhu

Bila Mengulangi Dianjurkan apabila suami istri setelah melakukan jima' akan mengulanginya lagi, untuk mencuci atau membersihkan kemaluannya, lalu berwudhu kembali.

إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ ثُمَّ أَرَادَ أَنْ يَعُودَ فَلْيَتَوَضَّأْ

Bila salah seorang dari kalian mendatangi istrinya (melakukan jima') dan ingin mengulanginya lagi, maka hendaklah dia berwudhu' .(HR. Muslim)

9. Dilakukan di Malam Jumat

Keutamaan melakukan jima' pada malam Jumat didasarkan pada pengertian dari hadits tentang fadhilah atau keutamaan mandi janabah di pagi hari Jumat, yaitu untuk melakukan shalat Jumat.

مَنْ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً

Siapa yang mandi pada hari Jumat sebagaimana mandi janabah, lalu berangkat menuju masjid, maka dia seolah berkurban dengan seekor unta. (HR. Al-Bukhari Muslim).

Dari dalil itu kemudian sebagian ulama mengembangkan kesimpulan bahwa ada isyarat untuk melakkan jima' pada malam harinya. Karena disunnahkan mandi janabah di pagi harinya.

Demikian pembahasan menegami benarkah malam Jumat disunnahkan berhubungan suami istri.

Wallahu A'lam.

Editor : Mukmin Azis

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut