JAKARTA, iNews.id – PT Pertamina Hulu Kalimantan Timur (PHKT) segera mengimplementasikan sistem rig to reef sebagai wujud komitmen terhadap operasional migas yang patuh dan ramah lingkungan. Proyek percontohan tersebut diawali dengan penandatanganan kesepakatan bersama dengan KHAN yang merupakan bagian dari konsorsium usaha offshore decommissioning Korea Selatan.
General Manager Zona 10 yang membawahi PHKT, Djudjuwanto menganggap kesepakatan bersama yang ditandatangani tersebut sebagai payung hukum atas implementasi Project Agreement antara pemerintah Indonesia dengan Korea Selatan pada Maret 2022. Sementara pilot project tersebut diinisiasi pada Juli 2019 lalu.
“Ini merupakan payung hukum yang mengatur pelaksanaan pembongkaran anjungan migas di lapangan Attaka. Mulai dari pengangkutan dan penenggelamannya di dekat area konservasi Bontang, agar menjadi struktur pendukung pertumbuhan terumbu karang, atau biasa kita sebut dengan istilah rig to reef”, jelasnya, Jumat (9/9/2022).
Dengan sistem ini nantinya diharap mampu menumbuhkan habitat dan ekosistem laut yang baru. Sehingga mendorong multiplier effect terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitar.
“Proyek seperti ini sebelumnya telah diterapkan di Teluk Meksiko-Amerika Serikat, Brunei dan Malaysia. Terumbu karang buatan tersebut akan menciptakan habitat dan ekosistem baru hingga meningkatkan keanekaragaman hayati di perairan yang sangat baik bagi lingkungan dan berkelanjutan,” ujarnya.
Direktur Utama PT Pertamina Hulu Indonesia (PHI), Chalid Said Salim menambahkan, proyek ini akan menjadi acuan bagi proyek-proyek decommissioning hulu migas di masa akan datang. Mulai dari aspek perencanaan, perizinan, engineering hingga pelaksanaan.
konsep rig to reef, kata Chalid mampu mengurangi biaya penanganan darat atau decommissioning antara 10 hingga 20 persen.
“Terima kasih kepada seluruh Kementerian dan Lembaga di Indonesia dan kepada Pemerintah Korea Selatan, serta konsorsium kontraktor Korea, yang telah memberikan dana hibah dalam bentuk jasa melalui proyek ini,” ungkap Chalid mengapresiasi.
Di lain pihak, Project Manager KHAN JN Yoon berharap agar proyek ini mampu memberikan hasil terbaik. Dengan begitu dapat terus menjaga hubungan kerjasama yang telah terjalin antara seluruh pihak.
Namun, masih cukup banyak yang perlu dituntaskan dalam kurun 1 atau 2 bulan kedepan sebelum offshore campaign proyek ini. Di antaranya penerbitan izin dari Dirjen Hubla mengenai pembongkaran Instalasi di perairan dan penerbitan izin lingkungan hidup mengenai penenggelaman (Reefing).
“Selain itu, yang perlu diselesaikan lagi yakni izin kontraktor pelaksana, mulai dari izin Cabotage (penggunaan kapal berbendera asing), izin tenaga kerja asing serta izin skala kecil lainnya,” ujar Yoon.
Selanjutnya, PHKT menantikan Sailaway Heavy Lift Barge (HLB) dari Pulau Batam yang rencananya dilakukan pada akhir September tahun ini.
Editor : Mukmin Azis