Palestina memperoleh pemerintahan sendiri yang terbatas di Gaza dan sebagian wilayah Tepi Barat yang diduduki melalui Perjanjian Oslo 1993. Sementara Israel terus saja menduduki dan mengendalikan sebagian besar wilayah Tepi Barat. Ramallah sendiri berada di bawah kendali politik dan keamanan Palestina sepenuhnya, sehingga penyerbuan Israel terhadap kantor Al Jazeera di kota itu menjadi semakin menunjukkan kekurangajaran pasukan zionis.
Serikat Jurnalis Palestina mengecam serangan dan perintah Israel itu. "Keputusan militer yang sewenang-wenang ini merupakan agresi baru terhadap pekerjaan jurnalistik dan outlet media," kata serikat itu.
Al Jazeera telah melaporkan perang Israel-Hamas tanpa henti sejak dimulainya konflik itu pada 7 Oktober. Kantor berita itu juga meliput selama 24 jam di Jalur Gaza di tengah serangan darat Israel yang telah menewaskan dan melukai para anggota stafnya. Saat ini, masih belum jelas apakah militer Israel akan menargetkan operasi Al Jazeera di Gaza juga.
Selain menyertakan laporan langsung mengenai korban perang, cabang Al Jazeera berbahasa Arab kerap menerbitkan pernyataan video kata demi kata dari Hamas dan kelompok pejuang regional lainnya.
Hal itu menyebabkan para pejabat Israel gerah, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu. Mereka menuding jaringan berita tersebut telah merusak keamanan Israel dan menghasut untuk melawan tentara. Klaim tak berdasar itu tentu saja dibantah keras oleh Al Jazeera. Apalagi penyandang dana utama media itu adalah Qatar, yang telah menjadi kunci dalam negosiasi antara Israel dan Hamas untuk mencapai gencatan senjata guna mengakhiri perang.
Editor : Mukmin Azis