"Ketika kondisi nggak memungkinkan untuk turun mereka tak taruh di persimpangan bebatuan di situ, tak keluarkan semua (logistik), aku turun cari bantuan, nggak ke pos, ngejar ada dua rombongan yang saya salip rombongan terakhir," kata dia.
Tetapi keanehan muncul, dua rombongan yang dilihatnya ternyata tak ada alias menghilang. Padahal, dikatakan Naam, dia baru beberapa saat melihat rombongan pendaki tersebut. Parahnya lagi saat menyusul mencari bantuan itu tiba-tiba kabut turun menutupi pandangan matanya.
"Kayak kita jalan tiba-tiba itu kayak awal disesatkan di hari Minggu diawali semua dari kabut. Kabut menutup pandangan kita. Kabut yang awalnya, jarak pandang gelap, sedikit demi sedikit berubah jadi kayak hutan. Itu awal mulanya seperti itu," ujarnya.
Ironisnya saat tersesat itu Naam tak membawa alat komunikasi atau logistik lain. Sebab panik dia meletakkan perbekalan dan tas gunungnya berisikan perbekalan logistik di temannya yang masih berada di atas, usai turun dari puncak.
"Jam 12an jadi turun aku tersesat mulai jam 2 siang. Awal mula tersesat jalan lurus masih nggak banyak hutan, di atas Plewangan jauh, sama kabut tiba-tiba tebal datang dan jarak pandang sudah nggak kelihatan, nggak berpikir untuk balik, atau cari jalan lain itu," katanya.
Keanehan pun muncul, saat tersesat itu Naam melihat beberapa dedaunan tak bergerak sebagaimana mestinya hutan dan tanaman yang tertiup angin. Belum lagi pohon dan tanaman yang tumbuh lebih lebat dan tinggi dibandingkan hutan di dunia nyata.
"Tidak kayak di bawah kayak angin nggak bisa bergerak, terus tiba-tiba di lokasi kabut saja. Jadi hilang berubah hutan saja," ujarnya.
Beberapa pepohonan dan tanaman bahkan baru dilihat Naam. Beberapa pepohonan itu terlihat aneh dan tak seperti pepohonan di dunia nyata. Dia menegaskan, dari segi fisik kehidupan dunia tak kasat mata di Gunung Arjuno berbeda jauh dengan dunia nyata manusia. Dari sisi fisik dedaunan misalnya, dedaunan di dunia tak kasat tak ada pergerakan layaknya dedaunan yang tertiup angin.
"Pohonnya baru kali itu baru aku lihat, aneh, pohonnya besar - besar, kadang akarnya sampai ke atas. Kalau lihat ke arah matahari sudah nggak kelihatan, kabut pasti. Hutannya di kita bergerak, di alam mereka nggak bergerak. Sangat mudah suasana alam berbeda," tuturnya.
Bahkan, Naam menyebutkan, selama dia tersesat itu dirinya hanya menjumpai sinar matahari selama lima jam. Selepas pukul 10.00 WIB, kabut tebal menyelimuti hutan belantara Gunung Arjuno. Seiring dengan itu, keanehan - keanehan tadi biasanya muncul.
"Mulai jam 10 itu sudah mendung kayak sore anget kalau malam gelap. Jam 10 ke atas itu sudah nggak kelihatan lagi pokoknya," katanya
Editor : Mukmin Azis
Artikel Terkait