SEPAKU, iNews.id - Penerapan Land Freezing melalui Peraturan Gubernur Kalimantan Timur Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pengendalian Peralihan, Penggunaan Tanah, dan Perizinan di Kawasan IKN dan Kawasan Penyangga dirasa tepat untuk melindungi masyarakat dari mafia tanah di lokasi IKN.
Dr Muhammad Nadzir, praktisi hukum Universitas Balikpapan mengungkapkan secara sosiologis pengaturan tersebut dimaksudkan agar masyarakat tidak melihat kepentingan sekejap saja, menjual tanah dengan harga setinggi tingginya dan kemudian tidak punya aset di wilayah IKN.
"Sehingga warga tergusur pindah dari IKN karena tanahnya sudah dibeli habis oleh para pemilik modal atau mafia tanah. Melalui penerapan land freezing, Gubernur Kaltim berupaya menjaga keberlangsungan kemanfaatan tanah tanah disekitar IKN tersebut, agar dapat dinikmati masyarakat setempat sampai dengan generasi berikutnya," kata Dr Muhammad Nadzir, Rabu (5/10/2022).
Dia melanjutkan, hal tersebut karena berbicara IKN tidak hanya berbicara kepentingan satu atau dua tahun saja, tetapi menyangkut kepentingan jangka panjang.
"Masyarakat bisa berkaca dari warga asli Jakarta yang justru pada akhirnya tidak memiliki tanah di pusat-pusat Jakarta dan tergusur ke pinggiran kota," ujarnya.
Dosen pasca sarjana Uniba ini menerangkan, tidak ada aturan yang dilanggar dalam peraturan gubernur tersebut. Namun jika mau menguji pelaksanaan land freezing bisa diuji melalui Permohonan pada Mahkamah Agung.
"Karena objeknya adalah Peraturan Gubernur, " singkat dia.
Lebih lanjut, dia mengingatkan perlunya diwaspadai dampak dari pelaksanaan land frezzing tersebut terkait adanya transaksi tanah secara informal atau di bawah tangan yang tetap mungkin terjadi di lapangan dan menegaskan bahwa tindakan tersebut tidak kuat kedudukan hukumnya.
"Dampak dari pembelian tanah secara informal tersebut, bisa berdampak terganggunya proses pengadaan tanah untuk pembangunan oleh pemerintah, " jelas dia.
"Contoh secara hukum, tanah tersebut milik warga bernama A, namun sebenarnya tanah milik A tersebut sudah dibeli oleh pemilik modal, sehingga dalam prosesnya nanti pemilik modal akan mempengaruhi warga bernama A, terkait besaran ganti rugi yang diberikan pemerintah. Padahal secara hukum yang demikian itu kedudukan hukumnya sangat lemah, karena pelaksanaan pemberian ganti rugi sudah diatur sesuai ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, " tambah dia.
Lanjut dia, terkait mekanisme ganti rugi lahan yang tengah dilaksanakan, langkah yang dilakukan pemerintah sudah tepat, regulasi terkait ganti lahan juga sudah diatur, sehingga tidak perlu lagi dibuat mekanisme ganti rugi yang baru.
"Yang perlu dilakukan adalah pemerintah melakukan komunikasi yang intens terkait dengan mekanisme ganti rugi tersebut, dan memberikan edukasi bahwa jangan karena saat ini adalah IKN maka harga yang diinginkan oleh masyarakat adalah harga yang setara dengan harga tanah di Jakarta, " jelasnya.
Masyarakat pun perlu juga diberikan pemahaman bahwa dulu pada saat ibu kota Jakarta di bangun, harga tanah tidak langsung serta merta tinggi seperti saat ini.
"Dalam hal untuk kepentingan umum, mekanisme sudah diatur, begitu juga dengan adanya penolakan, bisa dilakukan dengan langkah langkah litigasi dengan menitipkan ke Pengadilan (konsinyasi), namun demikian perlu dilakukan langkah langkah diluar litigasi berupa cara negosiasi, mediasi, atau apapun bentuknya dalam rangka komunikasi dengan masyarakat, jangan sampai timbul kesan menang dan kalah dan sewenang wenang," terang dia.
Diyakini secara sosiologis dan nurani, masyarakat sebenarnya mendukung dan senang dengan keberadaan IKN di Kalimantan Timur.
"Masyarakat memang harus dipahamkan jangan sampai terkooptasi dan dimanfaatkan oleh oknum para pemilik modal yang mencari keuntungan pribadi dengan adanya IKN tersebut, " pungkas dia.
Editor : Mukmin Azis
Artikel Terkait