Berau, iNews.id – Tim penyidik Satuan Khusus Pemberantasan Korupsi Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur melakukan penggeledahan di Kantor Unit Pelaksana Tekhnis Daerah Pelayanan Pajak dan Retribusi Daerah Badan Pendapatan Daerah (UPTD PPRD BAPENDA) Wilayah Berau, Jumat (20/5/2022).
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim Toni Yuswanto melalui keterangan resmi, Selasa (24/5/2022) menyatakan, langkah tersebut sebagai tindak lanjut atas penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi pendapatan daerah di lingkup UPTD PPRD BAPENDA Wilayah Berau untuk tahun anggaran 2019-2020. Terkait perkara tersebut, Kejati mengindikasi adanya penyimpangan dana Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN KB).
“Dari hasil penggeledahan yang dilakukan, telah disita dokumen-dokumen sebagai bukti terkait penyimpangan tersebut,” tulis Toni.
Mengenai duduk perkara, Ia menjelaskan, UPTD PPRD menerima pendapatan daerah dari PKB/BBNKB yang dilakukan oleh Administrator Pelayanan (Adpel) atau Pengelola Layanan Operasional (PLO) dengan Sistem Administrasi Manunggal Satu Pintu (SAMSAT). Namun diduga terjadi penyimpangan dalam proses penetapan tarif PKB maupun BBN KB dengan modus mengubah kode fungsi kendaraan.
“Yang seharusnya kode fungsi kendaraan pribadi (diubah) menjadi kendaraan umum. Sehingga, tarif yang disetor ke kas daerah menjadi lebih kecil,” jelasnya.
Lebih rinci disebutkan, praktik ini mula-mula dilakukan dengan cara mencetak struk SKPD lembar ke-1, ke-4 dan ke-5 dengan tarif kendaraan pribadi untuk kemudian menagihkan ke wajib pajak. Setelah pembayaran, SKPD tersebut dibatalkan dengan cara masuk ke sistem PDE menggunakan password admin. Dari situ pula, kode fungsi kendaraan diubah menjadi kendaraan umum.
Selanjutnya, SKPD lembar ke-2 dan ke-3 yang tadinya belum tercetak pada penetapan pertama, dicetak dengan keterangan kode fungsi yang telah diubah tadi. Sehingga nilai penyetoran penerimaan seolah telah sesuai dengan tarif PKB/BBNKB yang ditetapkan.
“Atas penyimpangan tersebut terdapat selisih penerimaan pendapatan yang tidak disetorkan ke kas daerah Pemprov. Kalimantan Timur lebih dari Rp6 Miliar. Ini (selisih) diduga dipergunakan untuk kepentingan pribadi,” sambungnya.
Sementara itu, sejak surat perintah penyidikan diterbitkan pada 7 April 2022 lalu, tim penyidik Kejati telah meminta keterangan 12 orang saksi terkait perkara tersebut. Hingga kini penyidik terus mengumpulkan bukti lainnya untuk selanjutnya menentukan tersangka.
Editor : Mukmin Azis
Artikel Terkait