Benny Mamoto tergolong senang dengan dunia akademik yang ditunjukkan dengan deretan gelar di depan dan belakang namanya.
Irjen Pol (Purn) Dr Benny Josua Mamoto, SH, MSi. Polisi yang lama di Reserse ini meraih Sarjana (S1) Hukum dari Universitas Krisnadwipayana pada 1992. Benny kemudian melanjutkan pendidikan S2 dan S3 Program Studi Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia (UI).
Saat menjabat Anggota Kompolnas, Benny Mamoto pernah menduduki sejumlah jabatan. Dari mulai penyidik Densus 88 Antiteror Polri, Kepala Unit I/Keamanan Negara-Separatis, Dit I/Kamtrannas Bareskrim Polri (2001), Wakil Direktur II/Ekonomi & Khusus Bareskrim Polri (2006), Wakil Sekretaris NCB-Interpol Indonesia (2007-2009), Direktur Badan Narkotika Nasional–BNN (2009–2012) berpangkat Brigadir Jenderal hingga Deputi Pemberantasan Narkotika BNN berpangkat Inspektur Jenderal (2012-2013).
Selama berkarier di Kepolisian, Benny Mamoto juga pernah mendapatkan tugas-tugas di luar negeri. Antara lain mengikuti kursus counter terroism JICA Jepang, memimpin operasi pembebasan sandera di Filipina, penyerahan tahanan buronan tentara Timor Leste ke Dili, hingga melakukan penyelidikan kasus BLBI ke Los Angeles, Amerika Serikat.
Pernyataan Lengkap Benny Mamoto soal Kematian Brigadir J
Berikut ini pernyataan Benny Mamoto sebagai anggota Kompolnas kepada media pada awal mencuatnya kasus Brigadir J:
Kebetulan tadi saya turun langsung, mendengar dari tim penyidik dari Polres Jakarta Selatan. Saya perlu turun karena banyaknya silang informasi yang membuat bingung masyarakat, hingga saya turun langsung, mendengar langsung, melihat langsung bukti-bukti yang ada, termasuk foto-foto yang ada. Jadi kasus ini memang berawal dari terjadinya pelecehan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J, dia masuk ke kamar, kemudian istrinya Div Propam teriak.
Brigadir E itu dengar, langsung turun untuk mengecek ada kejadian apa. Setelah turun ternyata di situ ditemui ada Brigadir J yang justru malah menodongkan senjata kemudian melakukan tembakan. Nah kemudian terjadilah tembak-menembak yang akhirnya Brigadir J meninggal dunia. Mungkin orang bertanya, kenapa 7 tembakan Brigadir J nggak ada yang kena, sementara 5 tembakan Brigadir E itu kena semua.
Yang pertama perlu dijelaskan bahwa kondisi Brigadir J dalam keadaan panik, dalam keadaan tidak fokus untuk membidikkan senjatanya karena kaget ketahuan, sehingga arah tembakannya tidak menentu. Di samping itu, juga terhalang oleh tangga. Sementara Brigadir E itu fokus karena dia berada di atas bisa mengarahkan senjatanya ke Brigadir J.
Ini posisinya, sehingga memudahkan dia untuk membidik. Di samping itu, Brigadir E ternyata memang juara menembak dari Brimob, sehingga bidikannya tepat. Itu dalam sisi masalah tembakan. Kemudian, yang kedua, beredarnya isu masalah ada luka sayatan, kemudian ada luka-luka lebam, dan sebagainya, itu juga sudah kami klarifikasi, kami lihat langsung foto-fotonya, tidak ada luka sayatan, yang ada adalah luka serempetan peluru atau pecahan peluru.
Kalau sayatan itu kan itu tipis seperti kena pisau, ini tidak. Kemudian dikatakan bahwa jarinya putus, tidak. Jarinya memang luka karena saat memegang pistol, kena tembakan dari Brigadir E, memang ada di situ jarinya luka, tapi bukan putus. Nah kemudian juga, menyangkut masalah luka-luka yang lain, lebam dan sebagainya, itu dari keterangan para saksi tidak ada aksi pemukulan dan sebagainya.
Karena semata-mata melepas tembakan dan pelurunya itu berkoset atau mengenai benda lain baru mengenai tubuh, proyektil itu pecah, maka luaknya belum tentu selebar lingkarannya kalau kena peluru utuh. Ini akan dijelaskan oleh ahlinya dari pihak Puslabfor, dokter forensik, akan dijelaskan penyebab kematian dan sebagainya.
Editor : Mukmin Azis