Karyono memandang putusan MK itu juga bakal memicu konflik tajam antara Jokowi dan PDI-P. Jika tidak diredam, konflik di tataran elite bahkan bisa menjalar menjadi konflik horizontal antara simpatisan PDI-P dan pendukung Jokowi. Apalagi, Ketua MK saat ini, Anwar Usman, ialah besan Jokowi.
"Tentu ini akan menimbulkan polemik yang berkepanjangan. Bahkan lebih dari itu, putusan MK itu bisa menimbulkan konflik vertikal dan horizontal. Konflik Jokowi dan Megawati dan pendukungnya akan tajam karena Gibran yang dibesarkan oleh PDI-P, kemudian tiba- tiba keluar dari PDI-P dan bergabung dengan Prabowo," ucap Karyono.
Jika pasangan Prabowo-Gibran terealisasi, Karyono menilai, Jokowi bisa ditinggalkan para pemilih kritis dan kaum intelektual yang selama ini mendukung pemerintahannya. Pasalnya, Jokowi dianggap tengah membangun dinasti politik dengan memuluskan kandidasi Gibran sebagai cawapres lewat putusan MK.
"Salah satu dampak lain adalah jika putusan MK ini sukses memasangkan Prabowo-Gibran, konflik akan semakin menguat. Itu dampak dari kemarahan civil society dan pemilih kritis itu sangat mungkin akan bergabung bersama-sama dengan PDI-P dan partai pendukung Ganjar," ucap Karyono.
Meski begitu, Karyono menilai limpahan suara dari kalangan pemilih kritis eks pendukung Jokowi itu tidak akan signifikan mempengaruhi tingkat elektabilitas Ganjar sebagai bacapres yang diusung PDI-P. Pasalnya, populasi pemilih kritis yang tergolong kecil.
"Jumlah pemilih kritis itu sangat kecil. Nah, yang paling banyak adalah pemilih akar rumput. Pemilih akar rumput ini bisa jadi terbawa arus ke Prabowo," ucap Karyono.
Hingga kini, baik Prabowo maupun Ganjar belum mengumumkan pasangan cawapres mereka. Ganjar sebelumnya sempat dikabarkan bakal menggandeng eks Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sebagai pendamping. Namun, wacana itu sulit terealisasi lantaran Golkar bergabung dengan KIM. Saat ini, KIM beranggotakan Gerindra, Golkar, PAN, Partai Demokrat, dan empat parpol nonparlemen.
Editor : Mukmin Azis