JAKARTA, iNewsBalikpapan.id - Bukan cetak rekor yang bagus, Elon Musk di tahun 2022 menjadi orang pertama yang mencatat kerugian hingga USD 200 miliar (Rp 3.100 triliun).
Sebagai perbandingan, pendapatan negara Indonesia sampai 14 Desember 2022 silam adalah Rp 2.337,5 triliun. Artinya, kerugian Elon selama 2022 lebih besar dari pendapatan Indonesia di 2022. Karena itu, kerugian Elon Musk itu disebut-sebut sebagai yang terbesar di era modern.
Elon juga tidak lagi memegang rekor sebagai orang terkaya di dunia. Titel tersebut kini dipegang oleh CEO LVMH Bernard Arnault.
Menurut Bloomberg Billionaires Index, kekayaan Elon pernah tembus USD 338 miliar (Rp 5.254 triliun). Tapi, setelah merugi USD 200 miliar, kini kekayaannya menjadi USD 137 miliar (Rp 2.129 triliun).
Penyebab penurunan kekayaan Elon ini salah satunya merosotnya saham Tesla yang hampir sebesar 70 persen selama 2022. Gara-gara itu, Elon sempat memberikan email kepada karyawan Tesla bahwa kondisi perusahaan baik-baik saja.
“Jangan pedulikan pasar saham yang naik turun. Selama kita terus menunjukkan performa tinggi, pasar akan melihatnya sendiri,” katanya. “Dalam jangka panjang, saya yakin Tesla akan menjadi perusahaan terbesar di dunia,” tambahnya. S
ydney Morning Herald melaporkan ada beberapa penyebab turunnya saham Tesla. Antara lain kebijakan lockdown di China yang ketat sehingga mempengaruhi produksi dan penjualan, mengingat China adalah pasar terbesar Tesla setelah Amerika.
Lalu, adanya recall sebanyak 3,76 juta kendaraan. Dan terakhir soal fokus Elon yang kini lebih banyak di Twitter. Pada Oktober 2022, Elon memang membeli Twitter senilai USD 44 miliar. CEO Gerber Kawasaki Wealth Management Ross Gerber yang juga investor di Tesla mengkritisi langkah Elon yang terlalu fokus di Twitter.
“Saham Tesla yang turun adalah dampak bagaimana perusahaan tidak memiliki CEO. Kerja bagus, BOD Tesla. Sekarang saatnya membuat perubahan,” sindir Gerber.
2022 adalah tahun yang baruk bagi para miliarder di industri teknologi. Elon Musk, Jeff Bezos dan Mark Zuckerberg jika dikombinasikan mengalami kerugian total lebih dari USD 300 miliar akibat saham perusahaan yang anjlok.
Editor : Mukmin Azis
Artikel Terkait