Armand mencontohkan deklarasi dukungan dari para kepala desa yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Desa Indonesia (Apdesi) untuk wacana perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga tiga periode, Maret lalu.
Jika perpanjangan masa jabatan itu sukses, pemerintah dilaporkan menjanjikan penambahan dana desa dan revisi UU Desa yang menguntungkan para kades.
"Gerakan yang dibuat kepala desa itu kan selalu ada gejala transaksional dari tuntunan revisi UU desa. Sebenarnya mereka ingin memuluskan kepentingan mereka. Tentu gerakan-gerakan itu dengan sangat mudah bisa dipolitisasi. Mereka ini juga sudah aktif untuk memobilisasi kepala desa untuk kepentingan tertentu," kata Armand.
Menurut Armand, Bawaslu tidak bisa lagi sekadar basa-basi. Perlu ada tindakan konkret untuk memagari perangkat desa dan ASN yang gelagatnya tak akan netral pada Pemilu 2024
"Satu-satunya harapan adalah serius dalam penerapan sanksi," kata Arman.
Selain mengawasi perilaku kepala desa, Armand juga meminta Bawaslu juga mewaspadai program-program di level desa yang dijalankan pemerintah. Menurut dia, program-program itu rentan dipolitisasi.
"Tidak hanya mengawasi gesture dan perilaku, tetapi juga kebijakan dan pelayanan publik. Itu juga patut diwaspadai," imbuhnya.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja sudah angkat suara terkait acara yang digelar kelompok Desa Bersatu itu. Ia mengatakan, Bawaslu telah menerjunkan personel untuk mengawasi acara tersebut. Sejumlah bukti video juga dikumpulkan.
”Ada potensi (pelanggaran). Pertama, tidak boleh menggunakan aparat desa dan kepala desa sebagai tim kampanye. Kedua, tidak boleh melibatkan (aparat desa),” ujar Bagja.
Pasangan Prabowo-Gibran mengantongi nomor urut 2 di Pilpres 2024. Sebelumnya, Gibran "lolos" jadi pendamping Prabowo setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) merevisi batas usia capres-cawapres. Jokowi kerap disebut-sebut turut andil dalam memuluskan langkah politik Gibran.
Editor : Mukmin Azis
Artikel Terkait