Terkait substansi, Pangi menilai argumentasi-argumentasi Gibran juga kurang berisi. Gibran terlihat jauh lebih sibuk "mendegradasi" kompetitor dengan pertanyaan-pertanyaan jebakan.
Dalam salah satu momen debat, misalnya, Gibran memberikan pertanyaan singkat mengenai isu pengelolaan karbon kepada Mahfud. Ia menanyakan soal regulasi carbon capture and storage. Isu itu seharusnya menjadi bagian dari tema debat keempat terkait lingkungan. Mahfud menjawab dengan menguliahi Gibran mengenai tata cara membuat regulasi.
Pada momen lain, Gibran menanyakan pandangan Cak Imin terkait SGIE. Namun, Gibran tak merinci kepanjangan dari SGIE, yakni State of Global Islamic Economy. Meskipun kepanjangannya dalam Bahasa Inggris, Gibran melafalkan SGIE menggunakan penuturan Bahasa Indonesia. Cak Imin yang kebingungan bahkan harus bertanya ulang kepada Gibran apa istilah SGIE dan membuang waktunya untuk menjawab.
"Semestinya memberikan pertanyaan itu subtansi harus jelas singkatan itu apa disebutkan. Jadi, bukan terkesan untuk menjatuhkan lawan politik strategi dengan menyiapkan pertanyaan yang tidak familiar dan tidak dibacakan singkatannya," ucap Pangi.
Senada, analis politik dari Citra Institute Yusak Farchan menilai Mahfud MD tampil memukau jika bicara soal substansi debat. Mahfud terutama terlihat sangat fasih ketika bicara soal penegakan hukum untuk kepastian mendongkrak investasi.
Saat membahas pemberantasan korupsi di sektor investasi dan pertumbuhan ekonomi, menurut Yusak, Mahfud juga piawai menyelipkan isu mengenai distribusi keadilan.
"Sebagai Menkopolhukam saya kira Pak Mahfud mengerti persoalan dengan baik dan bagaimana solusinya untuk memberikan solusi terhadap permasalahan ekonomi dan investasi. Memang kepastian hukum itu yang cukup penting," ucap Yusak.
Dalam salah satu sesi, Cak Imin menyinggung soal distribusi lahan yang tidak adil. Menurut dia, negara mengekploitasi lahan yang luas tanpa memperhatikan kebutuhan rakyat akan tanah. Ia menanyakan langkah Mahfud untuk memastikan mayoritas lahan tidak dikuasai segelintir orang.
Mahfud mengakui distribusi lahan saat ini timpang. Ia menjelaskan ketimpangan itu terjadi lantaran penegakan hukum terkait kepemilikan lahan sesuai UU Pokok Agraria tahun 1960 tak pernah serius dijalankan oleh pemerintah.
Pada kesempatan itu, Mahfud juga menceritakan pengalamannya ketika dikritik soal distribusi lahan tertentu oleh masyarakat. Mahfud pun menanyakan daftar-daftar lahan ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ia mendapati banyak lahan dikuasai individu dan perusahaan karena kolusi.
"Oh, ini (izin pengelolaan lahan) dibuat sekian-sekian. Ini tahun sekian, tahun sekian. Saya tahu di mana masalahnya dan siapa yang buat ini. Ini yang harus ditertibkan. Apalagi, sekarang lahan-lahan ini tiba-tiba diduduki orang sampai puluhan tahun, negara diam saja," ujar Mahfud.
Editor : Mukmin Azis
Artikel Terkait