KUTAI KARTANEGARA, iNewsBalikpapan.id - Sejumlah nelayan di pelosok hulu migas Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur (Kaltim) kesulitan mendapat Bahan Bakar Minyak (BBM).
Kalaupun ada, harga BBM mahal. Akibatnya, mereka tidak bisa mencari ikan yang menjadi mata pencarian. Padahal, mereka adalah warga kabupaten kaya minyak dan gas bumi (migas).
Diketahui, harga BBM di Kota Bangun jenis Pertalite tembus hingga Rp17.000 per liter, Pertamax mencapai Rp18.000 per liter dan solar dihargai hingga Rp8.000 per liter.
Warga ramai-ramai mengunggah keluhan itu di media sosial, sebab mereka tidak terima harga BBM yang terlalu tinggi, padahal mereka adalah warga lokal di wilayah kerja usaha hulu migas (upstream).
“Kami di Kukar sini, sampai Rp17.000 harga pertalite. Kadang mikir juga kami, sumur Pertamina di Kukar ini, tapi kami warga beli minyak malah mahal. Sulit pula dapatnya, kadang kehabisan,” kata Sofian Hadi warga Kutai Kartanegara.
Tidak hanya Sofian, Ramli nelayan di Pulau Harapan Kukar mengeluhkan BBM yang tak kunjung datang. Dia kesulitan mencari BBM, dan terpaksa berhenti mencari ikan lantaran tidak ada armada.
“Nelayan di Kukar ini sulit nyari minyak. Kondisinya sekarang ini harga ikan turun, minyak kosong lagi. Kami para nelayan ini sama semua keluhannya sama. Sama sekali tidak kebagian BBM,” ujarnya.
Dijelaskan Ramli, kondisi tersebut sudah terjadi selama berbulan-bulan. Beberapa nelayan bahkan memutuskan berhenti mencari ikan, lantaran merugi dan kesulitan mencari BBM. Jika pun ada, harganya mahal.
“Kalau sudah langka, otomatis harganya naik. Makin sulit lagi kami, mana sekarang ikan ini harganya murah,” sebutnya. Beragam upaya yang telah dilakukan untuk mendapatkan BBM. Para nelayan bahkan menempuh puluhan kilo meter, mendatangi tiap SPBU. Alij-alih mendapatkan BBM, mereka kerap tidak dilayani karena dilarang membeli menggunakan jeriken.
“Kami ke SPBU bawa jeriken disangka mau jual bensin eceran, akhirnya tidak bisa juga padahal ngantre berjam-jam dari desa ke kota. Kami dari desa pakai motor, jauh juga menhabiskan minyak. Serba salah,” kata Riduan warga Kota Bangun.
Mereka sudah berupaya meminta bantuan pemerintah setempat, namun hingga kini harga BBM tetap tinggi. “Ya kalau mau ngeluh BBM, sudah dari dulu. Bahkan di sampai ngeluh di facebook segala, tapi belum ada tanggapan pemerintah,” kata Riduan warga Kota Bangun.
Langkanya BBM di kabupaten kaya migas dinilai menimbulkan gejolak ekonomi. Direktur Pokja 30, Buyung Marajo menyebut kelangkaan dan harga BBM yang tinggi adalah bukti gagalnya pemerintah baik pusat dan daerah serta pertamina yang mengatur distribusi dan pengawasan dilapangan sampai penerima BBM bersubsidi tersebut.
“Membiarkan masyarakat yang harusnya penerima BBM bersubsidi tersebut dengan dengan melampaui harga kewajaran yang harusnya diterima. Presiden harus tau tentang ini,” kata Buyung.
Menurutnya, Pemerintah daerah dan pusat harus segera menindak tegas siapa pun yang membuat BBM bersubsidi ini. Tidak hanya itu, kata dia, Pertamina juga harus ikut bertanggung jawab.
“Pertamina jangan terus menerus berdalih jika ini bukan urusan mereka dilapangan. Harusnya mereka tetap dan bisa menjaga ketersediaan BBM tersebut jangan sampai terjadi kelangkaan,” imbuhnya.
Buyung menduga, kelangkaan itu dipicu oleh kecurangan para tengkulak besar yang menguasai jalur distribusi BBM. “Kita bisa curiga, jangan-jangan ditimbun dan terjadi kelangkaan. Saat terjadi kelangkaan permintaan semakin banyak dan harga jadinya dinaikan. Segera ditindak supaya masyarakat tidak dirugikan,” tegasnya.
Sementara itu, Area Manager Communications Relation & CSR PT Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan Arya Yusa Dwicandra mengatakan Pertamina merupakan lembaga penyalur melalui sarana penyalur resmi seperti SPBU nelayan.
Namun, kata dia, pelosok Kaltim masih kekurangan lembaga-lembaga penyalur BBM yang resmi. Hal itu menyulitkan masyarakat dan mengundang kenaikan harga di tingkat pengecer.
Kendala adalah masih kurangnya lembaga-lembaga penyalur yang tersedia di lokasi-lokasi pelosok, sehingga nelayan harus menempuh jarak jauh untuk mendapat BBM. Toh kalaupun ada biasanya melalui pengecer yang harganya lebih mahal.
Untuk mengatasi masalah itu, pihaknya mendukung pemerintah setempat untuk membuka Lembaga penyalur BBM. “Untuk di pelosok tentunya kami akan mendukung pemerintah setempat jika akan membuka lembaga penyalur BBM di sana,” kata Arya Yusa Dwicandra.
Editor : Mukmin Azis