BALIKPAPAN, iNews.id - Dinas Pangan Pertanian Perikanan (DP3) Kota Balikpapan mensyaratkan setiap ternak sapi yang masuk dari Gorontalo agar menjalani karantina selama lima hari. Kebijakan tersebut sebagai upaya mencegah risiko penularan penyakit kuku dan mulut (PMK) yang mewabah pada hewan ternak dalam beberapa waktu terakhir.
Diketahui, kebutuhan daging maupun hewan kurban di Kota Balikpapan sejauh ini cukup bergantung pada pasokan sapi dari luar daerah, salah satunya Provinsi Gorontalo. DP3 Kota Balikpapan di awal merebaknya wabah PMK, sempat mengambil langkah menutup jalur distribusi sapi dari luar daerah.
Lantaran khawatir stok sapi maupun daging menipis dan kebutuhan konsumsi terus meningkat, apalagi menghadapi momen Idul Adha, maka kebijakan tersebut sedikit diperlonggar.
"Sejauh ini kan dari sana sudah boleh masuk, hanya saja harus dikarantina dulu sekitar lima hari. Setelah itu boleh dipotong," tukas Kepala DP3 Kota Balikpapan Heria Prisni, Minggu (22/3/2022).
Namun, yang jadi persoalan kemudian adalah ketersediaan lahan untuk karantina hewan. Mengamati kondisi belum adanya tempat karantina hewan, yang representatif untuk menampung dalam jumlah besar di Kota Balikpapan.
"Rencana kami mau pinjam lahan untuk karantina. Setelah selesai karantina baru boleh dibawa ke RPH (Rumah Potong Hewan)," sambungnya.
Sementara itu, hasil pemantauan di dalam daerah hingga kini belum ditemukan tanda ternak sapi terinveksi penyakit mulut dan kuku (PMK). DP3 bersama tim kesehatan hewan beberapa waktu lalu telah memeriksa sekitar 1.100 ternak sapi.
Saat pemeriksaan juga tidak ditemukan gejala klinis yakni, suhu melebihi 41 derajat, tanda-tanda luka pada bagian kuku, maupun sariawan di bagian mulut.
"Secara kasat mata, hasil pemeriksaan di lapangan tidak ada tanda-tanda yang menuju ke arah PMK," tegasnya.
Pada saat pemeriksaan tim kesehatan hewan juga mengambil sampel darah sapi untuk diteliti ke Laboratorium di Banjar Baru, Kalimantan Selatan. Namun, pada prosesnya sampel justru kembali dikirim ke Laboratorium di Surabaya, Jawa Timur.
"Untuk Banjar Baru sekalinya gak bisa untuk meneliti, jadi dikirim ke Surabaya sampelnya. Sehingga kita menunggu lagi hasilnya," tutupnya.
Editor : Mukmin Azis