JAKARTA, iNewsBalikpapan.id - Pada perdagangan hari Jumat (12/7/2024), nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS ditutup menguat sebesar 58 poin atau 0,36 persen menjadi Rp16.136,5 per dolar AS. Awal perdagangan, rupiah dibuka pada level Rp16.143 per dolar AS.
Ibrahim Assuaibi, seorang pengamat pasar uang, menyatakan bahwa penguatan rupiah ini dipengaruhi oleh perlambatan data CPI (Consumer Price Index) di Amerika Serikat yang lebih lemah dari perkiraan. Data ini menunjukkan inflasi yang sedikit lebih rendah dari yang diperkirakan untuk bulan Juni, yang meningkatkan spekulasi bahwa Federal Reserve akan merasa lebih nyaman untuk memulai memangkas suku bunga.
Pengaruh dari kebijakan Federal Reserve terhadap suku bunga dapat mempengaruhi arah nilai tukar dolar AS secara global, termasuk terhadap mata uang negara-negara lain seperti rupiah.
"Para pedagang memperkirakan kemungkinan sebesar 83,4 persen bahwa The Fed akan menurunkan suku bunga pada bulan September, dibandingkan dengan peluang sebesar 64,7 persen yang terlihat pada minggu lalu, menurut CME Fedwatch," kata Ibrahim dalam risetnya, Jumat (12/7/2024).
Penurunan tajam nilai yen Jepang telah memunculkan pertanyaan apakah pemerintah Jepang sedang aktif melakukan intervensi di pasar mata uang. Para pejabat memberikan sedikit petunjuk mengenai masalah ini, meskipun sebelumnya mereka telah memberikan peringatan terhadap taruhan yang agresif terhadap yen dalam beberapa minggu terakhir.
Di Asia, data neraca Bank of Japan yang akan dirilis pada bulan Juli diharapkan dapat memberikan kejelasan lebih lanjut mengenai apakah pemerintah Jepang sedang melakukan intervensi di pasar mata uang. Para pedagang juga berspekulasi apakah posisi short (penjualan yang dilakukan dengan harapan harga akan turun) terhadap yen tertekan oleh penurunan tajam dolar AS, yang terjadi setelah lemahnya pembacaan CPI pada bulan Juni di Amerika Serikat.
Sementara itu, surplus perdagangan Tiongkok mengalami lonjakan mendekati level tertinggi dalam dua tahun terakhir, dengan pertumbuhan ekspor yang juga lebih besar dari perkiraan. Namun, peningkatan tarif perdagangan terhadap ekspor utama Tiongkok, seperti kendaraan listrik, dapat mengimbangi tren positif ini. Kondisi ini mencerminkan dinamika yang kompleks dalam perdagangan dan kebijakan ekonomi regional di Asia saat ini.
Berdasarkan informasi yang disampaikan Ibrahim, fokus saat ini terpusat pada Sidang Pleno Ketiga Partai Komunis Tiongkok yang akan memberikan isyarat lebih lanjut mengenai perekonomian dan stimulus di negara tersebut. Pertemuan tersebut direncanakan akan dilaksanakan pada minggu depan.
Dari sisi sentimen domestik, pemerintah Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tetap akan mencapai 5,2 persen hingga akhir tahun, sesuai dengan asumsi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024. Namun, ekonomi global yang stagnan mengakibatkan berbagai lembaga internasional memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 akan berada di bawah level tersebut.
Dalam perkiraan mereka, Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini hanya sekitar 5 persen, sedangkan Bank Indonesia memproyeksikan sebesar 5,1 persen.
Potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 5,2 persen dipengaruhi oleh kinerja ekspor yang diperkirakan akan memperlihatkan pemulihan signifikan, dengan data untuk bulan Juni yang akan dirilis pada tanggal 15 Juli diprediksi akan positif. Investasi juga akan didorong oleh berjalannya proyek-proyek infrastruktur pemerintah, termasuk proyek strategis nasional (PSN). Sementara itu, konsumsi masyarakat diharapkan akan kembali menggeliat pada paruh kedua tahun ini, didukung oleh peningkatan belanja pemerintah.
Dengan berbagai faktor ini, termasuk dinamika ekonomi global dan domestik yang kompleks, mata uang rupiah diprediksi akan mengalami fluktuasi dalam perdagangan berikutnya, namun diperkirakan akan ditutup menguat di kisaran Rp16.080 - Rp16.150 per dolar AS.
Editor : Mukmin Azis
Artikel Terkait