JEDDAH, iNews.id – Jemaah haji Indonesia, Ediwarno tak kuasa menahan tangis saat transit di paviliun D1 Terminal Haji Bandara Internasional King Abdul Azis Jeddah, Rabu (22/6/2022) petang. Dia berangkat ke Tanah Suci dengan kondisi tidak bisa melihat setelah mengalami kecelakaan pada 2016 silam.
Ediwarno tiba sekitar pukul 19.27 Waktu Arab Saudi. Dia tak kuasa menahan tangis. Lantunan bacaan talbiyah; Labbaik Allahumma labbaik, Labbaika la syarika laka labbaik, Innalhamda wan ni'mata laka walmulka laa syaariika lakk yang terdengar bertalu-talu membuatnya kian termangu.
Dia seolah tak terganggu dengan hiruk pikuk ratusan orang sesama jemaah haji yang tengah transit di paviliun D1 Terminal Haji Bandara Internasional King Abdul Azis Jeddah.
Di atas kursi roda berbahan stainless stell, dia hanya terdiam khusyuk. Dengan lirih, Ediwarno tak henti berupaya mengikuti bacaan talbiyah yang dipimpin seorang petugas bidang bimbingan ibadah tersebut. Sedang di sampingnya, Asifah, sang istri dengan penuh setia menungguinya sambil berdiri.
“Labbaik Allahumma labbaik, Labbaika la syarika laka labbaik,” terdengar suara lirih dari mulut Ediwarno berupaya mengikuti bacaan talbiyah tersebut.
Jelang magrib itu, Ediwarno tampak tak banyak bicara. Dia lebih sering berzikir dan bertalbiyah. Sesekali, dia juga merespons apa yang diucapkan oleh sang istri. Laki-laki berusia 62 tahun ini hanya tampak anteng di atas kursi roda.
“Bapak ini tidak bisa melihat, sudah sejak 2016 setelah kecelakaan,” ujar sang istri berusaha menjelaskan kondisi Ediwarno.
Ediwarno adalah jamaah haji asal Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah yang berangkat ke Tanah Suci dengan kondisi tidak bisa melihat. Warga yang tinggal di Kelurahan Karangtalun, Kecamatan Cilacap Utara itu tak tahu persis penyebab dua matanya menjadi buta selepas insiden di pagi hari ketika tengah berangkat ke kantornya di Pemkab Cilacap.
Saat kecelakaan, sepeda motor yang dia naiki ringsek. Kondisi tak jauh beda juga dengan sepeda motor lawannya. Bahkan begitu kerasnya tabrakan, Ediwarno sampai koma beberapa hari di rumah sakit (RS). Dua operasi besar pun dia jalani kala itu.
Yang dia ingat, dua matanya mulai mengalami gangguan sekitar sebulan setelah kecelakaan. Perlahan, daya penglihatannya menurun. Hingga puncaknya, dua matanya benar-benar tak bisa melihat. Yang ada hanyalah gelap sampai sekarang.
Ediwarno mengaku sudah berobat ke berbagai tempat demi bisa melihat keindahan dunia lagi. Tak hanya secara medis di rumah sakit, tapi juga pengobatan alternatif.
Tak kurang ada lima RS yang sudah dia kunjungi, mulai dari Cilacap, Purwokerto hingga ke Yogyakarta. Namun semuanya masih nihil.
Demikian pula, keluarganya juga beberapa kali membawa ke sejumlah ahli kesehatan alaternatif. Namun lagi-lagi upaya pengobatan itu belum berhasil. Menurut penjelasan dokter, kata dia, gangguan di matanya diakibatkan adanya gumpalan darah di syaraf kepala yang akhirnya memengaruhi kerja mata.
“Bahkan saya akhirnya memilih pensiun dini karena harus berobat dan juga sudah tidak bisa melihat,” kata Ediwarno.
Di tengah ujian berat hidupnya itu, dia bersyukur karena akhirnya tahun ini bisa berangkat haji. Baginya, ibadah rukun Islam kelima ini begitu ditunggu-tunggu. Untuk berhaji ini, dia sudah lama menabung sejak masih jadi PNS dengan kondisi matanya yang masih normal.
Ayah dua anak ini mengaku telah bekerja cukup lama di lingkungan Pemkab Cilacap, sehingga berbagai kantor dinas telah dirasakan. Uang gaji bulanan ditambah pendapatan sang istri dia sisihkan sedikit demi sedikit hingga akhirnya bisa mendaftar haji pada 2012 lalu.
Sesuai nomor porsi, Ediwarno dan istri mestinya bisa berangkat ke Tanah Suci pada 2020 lalu. Namun lantaran munculnya wabah Covid-19 dan tidak dibukanya pintu haji, maka impian besarnya itu baru terwujud sekarang. Dia tergabung dalam kloter 27 dari Embarkasi Solo (SOC).
“Alhamdulillah. Saya senang dan lega karena bisa berhaji,” kata Ediwarno usai berwudlu dengan dikucuri air botol oleh istrinya yang tampak sangat sabar.
Petang itu, Tanah Suci Mekkah yang dia impi-impikan memang seolah sudah di depan mata. Jika dari tempatnya transit di Terminal Haji, paling lama hanya ditempuh dalam waktu 1,5 jam.
Perasaannya pun kian campur aduk. Antara bahagia, lega, haru sekaligus penuh pengharapan. Ediwarno mengaku, tak banyak yang dia inginkan selama beribadah haji. Baginya bisa berangkat haji dengan kondisi saat ini sudah sebuah kenikmatan yang tak terkira.
Jika nantinya bisa diberi penglihatan normal lagi, baginya juga menjadi mukjizat yang selama ini dia lantunkan di setiap doa.
"Saya senang sekali akhirnya bisa ke sini. Saya ingin sekali bisa melihat dunia lagi, melihat Kakbah," ujarnya penuh keharuan jelang didorong istrinya menuju antren bus yang akan membawanya menuju Masjidilharam di Mekkah.
Editor : Mukmin Azis