JAKARTA, iNews.id – Nauru merupakan negara yang terletak di wilayah Pasifik. Nauru sempat tercatat sebagai negara terkaya secara global. Namun kini negara berpenduduk sekitar 10.000 jiwa itu jatuh miskin.
Nauru menjadi negara terkaya sebelum era 1980 yang terhitung melalui pendapatan per kapita warganya. Cikal bakal kemakmuran negara tersebut dimulai dari penemuan cadangan fosfat dalam jumlah besar di penjuru wilayahnya pada akhir abad ke-19.
Benjolan seluas 4 km di bawah laut Nauru menunjukan bahwa negara itu kaya akan kandungan logam yang penting untuk industri energi bersih, di antaranya nikel, kobalt, dan mangan. Paska merdeka tahun 1968, penambangan besar-besaran dilakukan di Nauru hingga mengangkat pendapatan negara tersebut.
Namun kini masa kejayaan itu tenggelam. Nauru mengalami penurunan ekonomi secara drastis. Pada tahun 1980-an, negara itu kehabisan cadangan fosfat dan menimbulkan dampak berkepanjangan.
Pada masa-masa inilah Nauru dan penduduknya mulai mengalami serangkaian masalah. Sekitar 50 persen rumah tangga di negara itu bertahan hidup dengan penghasilan rata-rata hanya 9.000 dolar AS per tahun.
Pertambangan fosfat rupanya meninggalkan dampak besar terhadap kerusakan lingkungan. Sekitar 80 persen lahan di pulau itu tak bisa dimanfaatkan, apalagi untuk pertanian. Fosfat telah mengusir bisnis yang sebelumnya mungkin bisa untuk dikembangkan di negara itu.
Nauru kemudian menghadapi situasi peningkatan penggangguran hingga 23 persen pada tahun 2011. Setahun kemudian, demi memicu pertumbuhan ekonomi, pemerintah negara tersebut setuju menjalin kerjasama dengan pemerintah Australia untuk membuka pusat penampungan bagi para pencari suaka,
Sebagai kompensasi atas kerjasama tersebut, negeri Kanguru membayar 312 juta dolar per tahun kepada negara Nauru. Kerjasama penanganan pengungsi itu menjadi suntikan cukup berarti bagi Nauru, karena mampu memberi kontribusi hingga dua per tiga PDB negara.
Editor : Mukmin Azis